Mengoptimalkan Digitalisasi UMKM, Pada 2024 Pemerintah Menargetkan 30 Juta UKM Melek Digital
Jakarta – Penggunaan media digital kini sudah menjadi tuntutan bagi dunia usaha. Melalui medium digital, semua aktivitas menjadi lebih mudah, bahkan bisa lebih cepat, termasuk bagi pelaku usaha di negeri ini.
Demi menyadari digitalisasi sangat penting bagi dunia usaha, Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas yang digelar pada Kamis (10/6 2021) menginstruksikan dan mendorong percepatan digitalisasi bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Wajar saja, Presiden Jokowi mengintruksikan penggunaan instrumen itu. Pasalnya, potensi ekonomi digital Indonesia yang amat besar. Mengutip data Indonesia E-Commerce Association (idEA), pelaku UMKM yang tergabung ke dalam ekosistem digital sudah mencapai 13,7 juta pelaku, atau sekitar 12 persen dari total pelaku, hingga Mei 2021.
“Saat ini, kalau berdasarkan data dari Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) per Mei 2021 itu sudah mencapai 13,7 juta pelaku UMKM yang sudah onboarding di ekosistem digital atau sekitar 21 persen,” ujar Presiden Jokowi, selepas memimpin rapat terbatas.
Pencapaian pengguna digital di sektor UMKM tentu menjadi kabar gembira dan menjadi dasar pelaku usaha untuk maju lebih baik lagi. Namun, bagi pemerintah pencapaian masih dinilai kurang. Pemerintah pun menetapkan target 30 juta pelaku yang sudah melek digital pada 2024.
“Strategi yang tepat tentunya sangat dibutuhkan untuk mewujudkan target tersebut. Harus ada strategi proaktif jemput bola untuk melakukan pendampingan, kurasi produk, SDM-nya, pembiayaan, sampai mereka bisa onboarding di e-commerce,” kata Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki.
Selain itu, Teten mengungkapkan bahwa nantinya akan dibentuk program project management officer (PMO) lintas sektoral atau lintas kementerian yang nantinya mengonsolidasikan proses digitalisasi tersebut.
Jadi Tuan Rumah
Harus diakui digitalisasi ekonomi sudah menjadi tuntutan. Pelaku UMKM harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Pasalnya dengan penduduk Indonesia yang mencapai 270 juta telah menjadi kue pasar yang empuk di mata pelaku usaha. Jangan sampai pasar itu menjadi ajang pasar bagi pelaku asing.
Proses digitalisasi ekonomi, salah satu wujudnya mulai tumbuhnya bisnis berbasis e-commerce, atau perdagangan online. Adanya wabah pandemi Covid-19 sejak awal April 2020 telah mengakselerasi bisnis berbasis digital itu menjadi lebih marak lagi. Ini menjadi peluang bagi sektor UMKM mengisi pasar tersebut.
Bahkan disebut-sebut, sumbangan terbesar nilai transaksi ekonomi digital negara ini akan datang dari sektor e-commerce, yakni 34 persen. Sebagai sikap afirmatifnya, pemerintah pun siap membantu 30 juta UMKM masuk dalam perdagangan online.
Seperti disampaikan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi, nilai transaksi ekonomi digital akan tumbuh menjadi Rp4.531 T pada 2030 dengan dominasi dari sektor e-commerce.
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi digital akan meningkat delapan kali lipat pada 2030. Tahun lalu, ekonomi digital menyumbang 4 persen dari produk domestik bruto.
Saat ini, PDB Indonesia mencapai Rp15.400 triliun dan meningkat menjadi Rp24.000 triliun pada 2030. Dari jumlah tersebut, ekonomi digital diperkirakan melesat delapan kali lipat dari Rp632 triliun menjadi Rp4.531 triliun.
Adapun, sektor e-commerce diprediksi memiliki peranan besar, yaitu Rp1.900 triliun atau setara 34 persen dari total ekonomi digital. Selain itu, business to business diproyeksi memberikan andil 13 persen atau Rp763 triliun.
“Pertumbuhan ekonomi digital akan tumbuh 8 kali lipat dari Rp 632 triliun menjadi Rp4.531 triliun,” kata Lutfi usai rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (10/6/2021).
Selain dari perdagangan online (e-commerce), sumbangan sektor kesehatan di ekonomi digital juga yang termasuk bisnis yang menjanjikan. Diperkirakan bisnis ini bisa mencapai 8 persen atau Rp471,6 triliun, dan sektor online travel diperkirakan mencapai Rp575 triliun.
Kemudian, sektor ride hailing seperti Gojek dan Grab akan berperan sebesar Rp401 triliun pada 2030. Demikian pula dengan teknologi finansial dan media daring. Dengan kondisi itu, Indonesia akan memiliki produk domestik bruto yang besar dengan porsi lebih dari 55 persen PDB digital Asean.
Adapun, ekonomi digital Asia Tenggara akan tumbuh dari Rp323 triliun menjadi Rp417 triliun pada 2030. Untuk itu, pemerintah akan terus meningkatkan infrastruktur komunikasi dan digital pada masa mendatang.
Selain itu, proteksi konsumen digital juga menjadi hal penting. Di sisi lain, keterampilan sumber daya manusia pada bidang teknologi juga akan ditingkatkan. “Kemudian ekosistem inovasi penting untuk meningkatkan ekonomi digital,” ujar Lutfi.
Tak hanya itu, hilirisasi ekonomi digital akan dilakukan, mulai dari teknologi 5G, internet of things (IoT), blockchain, kecerdasan buatan, hingga cloud computing. Indonesia diperkirakan akan memiliki sektor pertanian dan perikanan yang tumbuh baik.
Imbasnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat terdorong lebih baik. Selain itu, ongkos logistik juga bisa ditekan melalui ekonomi digital. “Logistik akan tumbuh dari 23 persen ongkos hari ini menjadi 17 persen dengan adanya digital ekonomi ,” ujarnya. (fht/ind)