Gunung Lawu : Tak Sekedar Tawarkan Eksotisme
* Juga Kental Wisata Sejarah
Gunung Lawu sangat populer untuk kegiatan pendakian. Setiap malam 1 Sura banyak orang berziarah dengan mendaki hingga ke puncak. Karena populernya, di puncak gunung bahkan dapat dijumpai pedagang makanan. Meski terkesan mistis, namun kawasan Gunung yang memiliki ketinggian 3.265 m ini memang terkenal sebagai tempat wisata yang banyak diminati.
Gunung Lawu berada di antara kabupaten Magetan, Ngawi dan Karanganyar. Antara provinsi Jawa Tengah dengan Jawa Timur. Gunung ini yang disakralkan oleh penduduk ini merupakan gunung tertinggi ke lima di Indonesia. Untuk menuju puncak gunung ini, ada dua pintu yang biasanya digunakan. Yakni Cemorokandang di Tawangmangu, Jawa Tengah, dan Cemorosewu, di Sarangan, Jawa Timur.
Alterantif pertama dapat ditempuh melalui Pos Cemoro Sewu. Pos ini terletak di Dusun Cemoro Sewu Desa Ngancar, Kecamatan Plaosan, Magetan. Pos pendakian ini berada sekitar 5 km ke arah barat dari tempat wisata telaga Sarangan. Jika menggunakan angkutan umum, pendaki bisa mengunakan angkutan umum colt yang biasa disebut warga sekitar dengan nama omprengan.
Trayeknya, dari Terminal Magetan kota – Plaosan, dan setelah itu oper dengan angkutan serupa yang menuju Tawangmangu, Karanganyar. Pos berikutnya atau altetnatif kedua yang bisa digunakan untuk pendakian adalah melalui Pos Cemoro Kandang. Pos ini sebenarnya tidak terlalu jauh dari Cemoro Sewu, hanya berjarak sekitar 500 meter ke arah barat.
Meskipun kedua pos tersebut berjarak tidak terlampau jauh, namun karakteristik jalurnya sangat jauh berbeda. Begitu pula dengan jarak dan waktu tempuhnya. Jika dari Pos Cemoro Sewu, pendakian rata-rata hanya membutuhkan waktu sekitar 6 – 7 jam, dari Pos Cemoro Kandang, waktu tempuh bisa dua kali lipatnya.
Tim Pesona Jawa Timur mencoba berangkat dari Surabaya menuju jalur Cemoro sewu menggunakan motor untuk efisiensi biaya. Setelah tiba di Cemoro Sewu dan istirahat sejenak, kami membayar retribusi dan melanjutkan perjalanan. Sekitar 30 menit perjalanan kami menemukan pos sayur yang merupakan pos bayangan sebelum menuju pos 1. Disebut pos sayur karena ditempat ini merupakan tempat jual beli sayur dan kira-kira setengah jam perjalanan lagi kami menemui pos bayangan lagi, Sendang Panguripan.
Ditempat ini terdapat mata air bila kehabisan air dalam perjalanan kita bisa mengambil dari tempat ini. Baru setelah melanjutkan perjalanan lagi kira-kira 15 menit sudah sampai di Pos 1. Kondisi perjalanan dari pos 1 menuju pos 2 mulai terjal. Pemandangan sepanjang perjalanan ini lebih banyak dijumpai bebatuan. Waktu tempuh normal Pos 1 ke Pos 2 adalah 1 jam 30 menit merupakan jarak terpanjang di jalur ini, bangunan pondok beratap seng adalah titik hentinya. Disekitar Pos 2 terdapat 2 lahan yang dapat digunakan untuk membangun tenda. Sebelum sampai di Pos 2 kita akan melewati 1 batu yang cukup besar berdiri tegak di kiri jalur, Watu Jago. Dinamai demikian karena batu ini menyerupai jambul ayam jago.
Sementara itu perjalanan menuju pos 3 yang membutuhkan waktu normal sekitar satu jam perjalanan mulai tercium bau belerang. Di pos ini juga seperti pos-pos sebelumnya yang ditandai dengan bangunan pondok untuk beristirahat. Namun di pos ini ada larangan bermalam lantaran disebut-sebut pos paling angker. Berbeda dengan pos-pos lainnya, di pos 4 ini tidak terdapat bangunan atau shelter hanya tanah datar yang cukup lapang yang ditandai dengan papan nama.
Saat malam menuju pos 5 ini tidak terlihat. yang terlihat dan dirasakan saat pendakian malam hanya safana dan angin yang lumayan kencang. Pada Bulak Peperangan tak ada pos yang ditemukan, konon katanya tempat ini merupakan tempat peperangan kerajaan Majapahit pimpinan Brawijaya V dengan kerajaan Demak yang dipimpin Raden Patah. Konon jika malam hari nge-camp di bulak peperangan kita bisa mendengarkan suara suara pertempuran.
Tak hanya itu sepanjang perjalanan menuju pos 5 akan banyak ditemukan tempat-tempat unik. Seperti Pasar Dieng misalnya. Orang menyebutnya juga pasar Setan. Pasar Dieng merupakan batu- batu yang banyak yang menyerupai pasar. Warga juga menyebutnya dengan pasar setan. Karena saat malam dan berkabut suasananya seperti setan. ada suara suara dan lapak-lapak yang seperti orang.
Sebenarnya tidak disarankan lewat pasar setan malam hari. Jalurnya sedikit menyesatkan. Dengan rambu dan triangulasi yang sedikit tidak jelas. Pendaki disarankan untuk memperhatikan beberapa tanda dan membuat jejak di pasar setan ini agar tidak tersesat. Konon dikawasan ini juga sering terdengar seperti orang jual beli. Meski jalur pendakian sudah terbentuk untuk memudahkan para pendaki. Namun peziarah maupun pendaki disarankan untuk tetap memperhatikan aturan-aturan atau pantangan yang berlaku selama pendakian. Pantangannya antara lain tidak boleh bicara kotor selama dalam perjalanan dan dilarang mengeluh, apapun kondisinya. Jika sudah capek lebih baik istirahat saja, jangan malah mengeluh.
Selain itu dalam soal pakaian juga ada pentangannya. Kalau naik gunung ini disarankan tidak memakai ikat kepala warna hitam dengan hiasan batik melati. Dan tidak diperkenankan memakai kain sutra warna hijau muda. Diantara pos 4 menuju pos 5 pendaki juga akan menjumpai Sendang Drajat yang kerap diajdikan ritual oleh komunitas tertentu. Namun tempat ini juga digunakan bagi para pendaki untuk mengisi ulang botol mereka dari air sendang ini.
Di dekat sendang terdapat beberapa bilik setinggi dada orang dewasa yang terbuat dari bata bersemen. Di tempat itu para pendaki bahkah peziarah mengguyurkan air yang mereka ambil dari sendang untuk ritual mandi. Konon air tersebut memiliki manfaat kerejekian, keberkahan, jodoh, pangkat dan drajat. Tak heran jika sendang ini disebut Sendang Drajat. Mata air suci ini dahulunya adalah tempat pemandian Raja Brawijaya V.
Selain Sendang Drajat, ada beberapa situs lain yang patut dikunjungi para pendaki dan menjadi tempat tujuan para peziarah untuk sekedar berdoa atau melakukan ritual. Sumur Jalatunda merupakan sebuah gua vertikal sedalam lima meter yang dipakai untuk bertapa. Gua ini dipercaya sebagai tempat Raja Brawijaya V menerima wangsit dalam perjalanan naik ke Puncak Lawu. Hargo Dalem, sekitar 15 menit perjalanan dari Sendang Drajat, merupakan tempat peristirahatan Raja Brawijaya V.
Di sini terdapat bangunan khusus yang digunakan untuk berdoa atau moksa. Suasana mistis begitu terasa di tempat ini. Namun sebelum menuju Hargo Dumilah ada satu warung yang terkenal di kalangan pendaki hingga saat ini, yakni warung Mbok Yem. Dan Hargo Dumilah adalah menjadi tujuan utama para pendaki puncak tertinggi Gunung Lawu (3265m dpl) yang sebelumnya melewati puncak Hargo Dalem, lalu puncak Hargo Dumiling baru kemudian Hargo Dumilah. Puncak ini juga dipercaya sebagai tahta Raja Brawijaya V. (dan)